Mengingat peristiwa penyaliban dan
kebangkitan Kristus, baru beberapa hari kita peringati. Peristiwa Agung
yang terjadi satu kali untuk selama-lamanya. Satu kali untuk semua orang
yang diperkenanNya. Peristiwa yang tak tertelan oleh waktu. Peristiwa
yang berlaku disegala abad dan segala tempat tersebut seyogyanya
mewarnai hidup tiap orang percaya untuk hidup seperti apa yang Dia
kehendaki. Semestinya sikap hidup orang percaya yang telah dibaharui
oleh kuasa kematian dan kebangkitan Kristus, berkata: “Aku berserah
dalam ketidak-mengertianku, kehendak-Mu-lah yang jadi, rancangan-Mu-lah
yang terwujud dalamku.” Rasul Paulus memberi teladan di dalam ia
menginginkan agar ‘dipersatukan dengan kematian Kristus’ itu menjadi
pengalamannya. Ketika merelakan salib bekerja secara penuh dalam hidup kita, maka tahapan itu akan cepat kita lalui.
Kita akan lebih cepat menyelesaikan ujian dan proses yang harus kita
jalani.
Ketika salib sedang berproses atas kita,
posisikan diri sebagai orang yang telah memiliki kuasa kebangkitan,
yaitu keyakinan bahwa kita pasti bangkit kembali. Kita menyikapinya
dengan memuliakan Tuhan dan mengikatkan diri kepada target Tuhan. Reaksi
natural kita biasanya terkejut, takut, malu, bertanya-tanya, mencari
pembenaran diri, mencari orang yang mau membela kita, mengasihani diri,
dan semacamnya. Jangan tenggelam dalam reaksi manusiawi yang menuntut
keadilan dan merasa menjadi korban. Kita melepaskan hak kita seperti
respon Yesus terhadap proses penyaliban-Nya. Karena itu, sebagaimana
Kristus telah bangkit, kitapun pasti akan bangkit.
Oleh sebab itu, muliakan Tuhan dalam
keadaan apapun yang menimpa kita. Pujilah Tuhan atas kasih dan
kesetiaanNya. Apa yang Tuhan inginkan untuk terjadi sebagai hasilnya,
seharusnya menjadi fokus dan target yang harus kita kejar hidup yang
telah dibaharui oleh karya Kristus. Melewati salib, kita diubah jadi
emas murni. Kita harus menanggapi dipersatukan dengan kematian Kristus
ini dengan sikap minta dibersihkan dari sikap mementingkan diri dengan
segala keinginan yang tersembunyi. Sebagaimana Ayub, ketika melewati
masa “salib”nya, dia memutuskan menjadi emas murni: “Karena Ia tahu
jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas.
Kakiku tetap mengikuti jejak-Nya, aku menuruti jalan-Nya dan tidak
menyimpang.” (Ayub 23:10,11).
Ketika telah menjadi emas murni, maka
kita akan mencintai Tuhan dengan hati yang murni, tidak ada lagi sisa
cinta pada diri yang penuh dengan keinginan duniawi. Urusan yang tidak
bernilai kekal tidak akan mengganggu apapun di dalam kita. Kita menjadi
orang yang mengejar kepentingan Tuhan, bukan kepentingan diri sendiri.
Perasaan Tuhan dan pandangan Tuhan menjadi yang lebih utama. Kita tidak
sibuk memikirkan dan mempertahankan harga diri kita, melainkan menjadi
rendah hati, rela ditegur, dan peka terhadap godaan untuk menyombongkan
diri. Inilah emas murni yang Tuhan cari dari hati kita. Kuasa kematian
dan kebangkitan Kristus mengubah kita menjadi emas murni.
Apapun yang sedang kita alami, kuasa
kebangkitan sudah ada di dalam kita. Muliakanlah Tuhan dengan apapun
yang terjadi atas hidup kita. Orang yang memuliakan Allah akan mampu
melihat kemuliaan Allah yang dinyatakan pada dirinya. Betapa, kuasa
kematian dan kebangkitan Kristus seharusnya hidup dalam kehidupan kita.
Sebab oleh kuasa itulah yang menopang sehingga kita menjadi berani
melakukan apa yang orang lain takuti. Kita bisa membuang dan
menanggalkan segala sesuatu yang tidak bernilai kekal, yang mungkin
orang lain pertahankan mati-matian. Haruskah kita mengejar hal-hal yang
bernilai fana dan bersifat kesementaraan melebihi semangat dan
kegairahan kita dalam menjalani hidup benar dan melayani-Nya yang telah
menganugerahkan hidup yang kekal. Sungguh, betapa hebat kuasa Kristus
bagi orang yang percaya. (Ef. 1:19-21 ). Jalanilah hidup yang telah
dimurnikan oleh Allah dengan takut dan gentar. Berkarya dimana Dia
hadirkan kita.