Sabtu, 07 Mei 2016

HIDUP DIUBAH OLEH KUASA KEMATIAN DAN KEBANGKITAN KRISTUS

Hasil gambar untuk hidup YANG DIUBAH kuasa kematian dan kebangkitan kristus
        Mengingat peristiwa penyaliban dan kebangkitan Kristus, baru beberapa hari kita peringati. Peristiwa Agung yang terjadi satu kali untuk selama-lamanya. Satu kali untuk semua orang yang diperkenanNya. Peristiwa yang tak tertelan oleh waktu. Peristiwa yang berlaku disegala abad dan segala tempat tersebut seyogyanya mewarnai hidup tiap orang percaya untuk hidup seperti apa yang Dia kehendaki. Semestinya sikap hidup orang percaya yang telah dibaharui oleh kuasa kematian dan kebangkitan Kristus, berkata: “Aku berserah dalam ketidak-mengertianku, kehendak-Mu-lah yang jadi, rancangan-Mu-lah yang terwujud dalamku.” Rasul Paulus memberi teladan di dalam ia menginginkan agar  ‘dipersatukan dengan kematian Kristus’ itu menjadi pengalamannya. Ketika merelakan salib bekerja secara penuh dalam hidup kita, maka tahapan itu akan cepat kita lalui. Kita akan lebih cepat menyelesaikan ujian dan proses yang harus kita jalani. 
       Ketika salib sedang berproses atas kita, posisikan diri sebagai orang yang telah memiliki kuasa kebangkitan, yaitu keyakinan bahwa kita pasti bangkit kembali. Kita menyikapinya dengan memuliakan Tuhan dan mengikatkan diri kepada target Tuhan. Reaksi natural kita biasanya terkejut, takut, malu, bertanya-tanya, mencari pembenaran diri, mencari orang yang mau membela kita, mengasihani diri, dan semacamnya. Jangan tenggelam dalam reaksi manusiawi yang menuntut keadilan dan merasa menjadi korban. Kita melepaskan hak kita seperti respon Yesus terhadap proses penyaliban-Nya. Karena itu, sebagaimana Kristus telah bangkit, kitapun pasti akan bangkit. 
        Oleh sebab itu, muliakan Tuhan dalam keadaan apapun yang menimpa kita. Pujilah Tuhan atas kasih dan kesetiaanNya. Apa yang Tuhan inginkan untuk terjadi sebagai hasilnya, seharusnya menjadi fokus dan target yang harus kita kejar hidup yang telah dibaharui oleh karya Kristus. Melewati salib, kita diubah jadi emas murni. Kita harus menanggapi dipersatukan dengan kematian Kristus ini dengan sikap minta dibersihkan dari sikap mementingkan diri dengan segala keinginan yang tersembunyi. Sebagaimana Ayub, ketika melewati masa “salib”nya,  dia memutuskan menjadi emas murni: “Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas. Kakiku tetap mengikuti jejak-Nya, aku menuruti jalan-Nya dan tidak menyimpang.” (Ayub 23:10,11).
        Ketika telah menjadi emas murni, maka kita akan mencintai Tuhan dengan hati yang murni, tidak ada lagi sisa cinta pada diri yang penuh dengan keinginan duniawi. Urusan yang tidak bernilai kekal tidak akan mengganggu apapun di dalam kita. Kita  menjadi orang yang mengejar kepentingan Tuhan, bukan kepentingan diri sendiri. Perasaan Tuhan dan pandangan Tuhan menjadi yang lebih utama. Kita tidak sibuk memikirkan dan mempertahankan harga diri kita, melainkan menjadi rendah hati, rela ditegur, dan peka terhadap godaan untuk menyombongkan diri. Inilah emas murni yang Tuhan cari dari hati kita. Kuasa kematian dan kebangkitan Kristus mengubah kita menjadi emas murni.
         Apapun yang sedang kita alami, kuasa kebangkitan sudah ada di dalam kita. Muliakanlah Tuhan dengan apapun yang terjadi atas hidup kita. Orang yang memuliakan Allah akan mampu melihat kemuliaan Allah yang dinyatakan pada dirinya. Betapa, kuasa kematian dan kebangkitan Kristus seharusnya hidup dalam kehidupan kita. Sebab oleh kuasa itulah yang menopang sehingga kita menjadi berani melakukan apa yang orang lain takuti. Kita bisa membuang dan menanggalkan segala sesuatu yang tidak bernilai kekal, yang mungkin orang lain pertahankan mati-matian. Haruskah kita mengejar hal-hal yang bernilai fana dan bersifat kesementaraan melebihi semangat dan kegairahan kita dalam menjalani hidup benar dan melayani-Nya yang telah menganugerahkan hidup yang kekal. Sungguh, betapa hebat kuasa Kristus bagi orang yang percaya. (Ef. 1:19-21 ). Jalanilah hidup yang telah dimurnikan oleh Allah dengan takut dan gentar. Berkarya dimana Dia hadirkan kita.

Jumat, 06 Mei 2016

DOA SEORANG KRISTEN SEJATI

teenz-prayer-juni.jpg
 Maka Allah damai sejahtera, yang oleh darah perjanjian yang kekal telah membawa kembali dari antara orang mati Gembala Agung segala domba, yaitu Yesus, Tuhan kita, kiranya memperlengkapi kamu dengan segala yang baik untuk melakukan kehendak-Nya, dan mengerjakan di dalam kita apa yang berkenan kepada-Nya, oleh Yesus Kristus. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin. 
                                                       (Ibrani 13:20-21) 

         Pada ayat sebelumnya penulis kitab Ibrani menasihatkan kepada para penerima dan pembacanya, yaitu orang percaya mula-mula supaya mereka berdoa untuk pemimpin. Mengingat tugas dan tanggung jawab berat yang diemban oleh pemimpin serta banyaknya tantangan yang mereka hadapi. Entah itu tantangan dari eksternal maupun internal. Sementara pemimpin mesti mampu hidup dalam kualitas iman kepada Allah yang diaktualisasikan dalam seantero kehidupan nyata sehari-hari. Pemimpin yang dimaksud oleh penulis Ibrani tentu menunjuk pada pemimpin yang adalah manusia (ay. 18a). Manusia, bukan super hero, juga bukan Allah yang punya kuasa, kekuatan dan otoritas benuh. Tetapi, mereka, yaitu pemimipin, manusia yang adalah ciptaan yang punya keterbatasan karena itu penulis Ibrani sadar betul, pemimpin pun memerlukan support, dan yang mereka yang dipimpin pun sudah semestinya memberikan dukungan doa. Akan hal dukungan doa bagi pemimpin dan pemberita Injil, Rasul Paulus dalam surat kepada jemaat di Tesalonika, ia berkata; “selanjutnya, saudara-saudara, berdoalah untuk kami…”(2 Tes. 3:1). 
         Dalam konteks Ibrani ini, secara praktis tampaknya penulis sedang terpisah dari penerima dan pembaca surat kirimannya. Harapan penulis dari doa yang disampaikan kepada Allah untuk mereka adalah berharap penulis lekas kembali dan bersekutu dengan penerima dan pembaca surat pada saat itu. Sungguh, ini memang tidak mudah karena terpisah dari kebersamaan yang tampaknya pernah ada, namun ini juga gambaran relasi yang indah, persekutuan, dan kepedulian antara pemimpin dan yang dipimpin. Selanjutnya, bukan sekedar hal praktis  yang diharapkan dari penulis Ibrani ini, dimana ia berharap boleh kembali pada persekutuan dengan orang percaya mula-mula pada waktu itu. Tapi juga ada hal yang sangat menarik yang seharusnya menjadi perhatian dan pokok penting dalam hidup keberimanan kepada Allah. Karena ada hal teologis yang ingin ditekankan oleh penulis Ibrani. Yaitu Allah damai sejahtera, yang oleh darah perjanjian yang kekal telah membawa kembali dari antara orang mati Gembala Agung segala domba, yaitu Yesus, Tuhan kita. Ini adalah point penting dalam ajaran dan iman Kristen. Damai sejahtera Allah dalam dan oleh karya Yesus Kristus membawa manusia berdosa yang diperkenan-Nya untuk kembali ke dalam persekutuan yang indah dengan Allah. Ini adalah suatu jaminan yang pastian bagi orang percaya.
        Penulis Ibrani sangat menyadari bahwa darah perjanjian yang kekal dari Allah memiliki signifikasi penting bagi kehidupan orang percaya. Karena itu penulis berdoa bagi para penerima dan pembaca suratnya. Doa dan harapannya adalah supaya orang percaya diperlengkapi oleh Allah dengan segala yang baik untuk melakukan kehendak-Nya, dan mengerjakan apa yang berkenan kepada-Nya. inilah permohonan penulis Ibrani kepada Allah dalam Kristus Yesus. Dengan tujuan, supaya melalui kehidupan mereka, nama Allah dipermuliakan. Selama orang percaya hidup di dalam dunia, dan dalam kondisi serta situasi apapun yang mereka alami, mereka seyogyanya hidup dalam kebenaran Allah dan memuliakan nama-Nya melalui seantero kehidupan mereka. Doa dan harapan penulis Ibrani ini, seharusnya menjadi doa setiap orang percaya yang menyadari akan karya Allah dalam Kristus Yesus yang telah menebus hidupnya. Ironisnya, tidak sedikit orang Kristen gagal dalam memahami apa yang seharusnya menjadi pokok doa. Sejujurnya,bukankah kita juga terjebak dalam hal yang sama, kita sering berdoa untuk apa yang menjadi keseangan sesaat bagi hidup, yang sebetulnya belum tentu itu menjadi kemuliaan bagi nama Tuhan. Sudah semestinya kita berdoa kepada Tuhan, kiranya melalui hidup Kita, nama Tuhan yang dipermuliakan, kiranya melalui hidup kita orang lain diberkati oleh Tuhan.  
         Pada bagian sebelumnya telah dipaparkan nasihat penulis kitab Ibrani kepada para penerima dan pembacanya, yaitu orang percaya mula-mula supaya mereka berdoa untuk pemimpin. Mengingat tugas dan tanggung jawab berat yang diemban oleh pemimpin serta banyaknya tantangan yang mereka hadapi. Entah itu tantangan dari eksternal maupun internal. Sementara pemimpin mesti mampu hidup dalam kualitas iman kepada Allah yang diaktualisasikan dalam seantero kehidupan nyata sehari-hari. Pemimpin yang dimaksud oleh penulis Ibrani tentu menunjuk pada pemimpin yang adalah manusia (ay. 18a). Manusia, bukan super hero, juga bukan Allah yang punya kuasa, kekuatan dan otoritas benuh. Tetapi, mereka, yaitu pemimipin, manusia yang adalah ciptaan yang punya keterbatasan karena itu penulis Ibrani sadar betul, pemimpin pun memerlukan support, dan yang mereka yang dipimpin pun sudah semestinya memberikan dukungan doa. Akan hal dukungan doa bagi pemimpin dan pemberita Injil, Rasul Paulus dalam surat kepada jemaat di Tesalonika, ia berkata; “selanjutnya, saudara-saudara, berdoalah untuk kami…”(2 Tes. 3:1). Dalam konteks Ibrani ini, secara praktis tampaknya penulis sedang terpisah dari penerima dan pembaca surat kirimannya. Harapan penulis dari doa yang disampaikan kepada Allah untuk mereka adalah berharap penulis lekas kembali dan bersekutu dengan penerima dan pembaca surat pada saat itu. Sungguh, ini memang tidak mudah karena terpisah dari kebersamaan yang tampaknya pernah ada, namun ini juga gambaran relasi yang indah, persekutuan, dan kepedulian antara pemimpin dan yang dipimpin.
          Selanjutnya, bukan sekedar hal praktis  yang diharapkan dari penulis Ibrani ini, dimana ia berharap boleh kembali pada persekutuan dengan orang percaya mula-mula pada waktu itu. Tapi juga ada hal yang sangat menarik yang seharusnya menjadi perhatian dan pokok penting dalam hidup keberimanan kepada Allah. Karena ada hal teologis yang ingin ditekankan oleh penulis Ibrani. Yaitu Allah damai sejahtera, yang oleh darah perjanjian yang kekal telah membawa kembali dari antara orang mati Gembala Agung segala domba, yaitu Yesus, Tuhan kita. Ini adalah point penting dalam ajaran dan iman Kristen. Damai sejahtera Allah dalam dan oleh karya Yesus Kristus membawa manusia berdosa yang diperkenan-Nya untuk kembali ke dalam persekutuan yang indah dengan Allah. Ini adalah suatu jaminan yang pastian bagi orang percaya.
        Penulis Ibrani sangat menyadari bahwa darah perjanjian yang kekal dari Allah memiliki signifikasi penting bagi kehidupan orang percaya. Karena itu penulis berdoa bagi para penerima dan pembaca suratnya. Doa dan harapannya adalah supaya orang percaya diperlengkapi oleh Allah dengan segala yang baik untuk melakukan kehendak-Nya, dan mengerjakan apa yang berkenan kepada-Nya. inilah permohonan penulis Ibrani kepada Allah dalam Kristus Yesus. Dengan tujuan, supaya melalui kehidupan mereka, nama Allah dipermuliakan. Selama orang percaya hidup di dalam dunia, dan dalam kondisi serta situasi apapun yang mereka alami, mereka seyogyanya hidup dalam kebenaran Allah dan memuliakan nama-Nya melalui seantero kehidupan mereka. Doa dan harapan penulis Ibrani ini, seharusnya menjadi doa setiap orang percaya yang menyadari akan karya Allah dalam Kristus Yesus yang telah menebus hidupnya. Ironisnya, tidak sedikit orang Kristen gagal dalam memahami apa yang seharusnya menjadi pokok doa. Sejujurnya,bukankah kita juga terjebak dalam hal yang sama, kita sering berdoa untuk apa yang menjadi keseangan sesaat bagi hidup, yang sebetulnya belum tentu itu menjadi kemuliaan bagi nama Tuhan. Sudah semestinya kita berdoa kepada Tuhan, kiranya melalui hidup Kita, nama Tuhan yang dipermuliakan, kiranya melalui hidup kita orang lain diberkati oleh Tuhan. 

Rabu, 04 Mei 2016

MELAYANI OLEH KEHENDAK ALLAH


Dari Paulus, rasul Kristus Yesus oleh kehendak Allah, kepada orang-orang kudus di Efesus, orang-orang percaya dalam Kristus Yesus. Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu.
(Efesus 1:1-2)

Tanpa diragukan bahwa Rasul Paulus adalah penulis Kitab Efesus. Sebagai penulis, Paulus tentu dituntun dan dikuasai oleh Roh Kudus sepenuhnya, sehingga apa yang ditulisnya adalah benar-benar Firman Allah. Allah berotoritas penuh dalam memakai seluruh pikiran, kepribadian, kepandaian, dan bakat-bakat Paulus, sehingga ia betul-betul menuliskan Firman Allah sesuai kehendak Allah. Selanjutnya disebutkan bahwa Paulus adalah rasul Kristus Yesus. Ilham dari Allah dan kerasulan Paulus menjadi dasar otoristas isi surat sekaligus menyatakan sifat resmi surat yang ditulisnya.

      Menarik untuk diperhatikan bahwa, Paulus adalah rasul Kristus Yesus oleh kehendak Allah. Kerasulan Paulus bukan karena diutus oleh jemaat, bukan karena kehendak orang lain, juga bukan karena sukarela menawarkan diri, melainkan oleh kehendak Allah. Hal Ini menunjukkan bahwa panggilan menjadi rasul datang dari Allah. Dalam kasih karunia Tuhan, Paulus sangat menyadari bagaimana Tuhan memanggilnya menjadi utusan untuk memberitakan Injil tentang Yesus Kristus. Dalam suratnya kepada jemaat di Galatia “Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karuniaNya, berkenan menyatakan AnakNya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia; juga aku tidak pergi ke Yerusalem mendapatkan mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku, tetapi aku berangkat ke tanah Arab dan dari situ kembali lagi ke Damsyik” (Gal. 1:15-17).

      Melayani oleh kehendak Allah memberikan makna bahwa melayani adalah kasih karunia dari Allah. Siapakah manusia, sehingga oleh dan dengan kekuatannya, kepintarannya, kekayaannya bahkan dengan segala yang adapadanya dapat melayani Allah jika bukan Allah yang menggerakan dan mendorong manusia untuk melayani-Nya. Karena panggilan melayani Allah adalah atas dasar kehendak Allah, maka pelayanan harus berpusat kepada kehendak Allah, bukan pada kesenangan dan kebutuhan diri. Kehendak Allah harus lebih utama dan diatas kehendak diri. Dan itu sangat nyata dalam kehidupan diri Paulus. Apa yang Tuhan kerjakan dalam kehidupan Paulus, menyadar-ingatkan kita dalam melayani Tuhan. Sungguh, ketika kita melayani, kita melayani karena kasih dan kehendak Allah. Sehingga ketika kita melayani, maka kita melayani dengan hati nurani yang tulus dan murni. Panggilan dan kehendak Allah adalah dasar yang teguh dalam menjalani hidup melayani Tuhan. 

      Melayani oleh kendedak Allah adalah kerelaan untk menjadi saluran berkat bagi orang lain. Dalam permohonannya kepada Allah Paulus dengan jelas mengatakan kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu. Menjadi saluran berkat tidak serta merta dengan memberi hal-hal berupa harta benda. Paulus telah menjadi saluran berkat dalam memberika ajaran yang benar tentang Injil. Paulus telah menjadi saluran berkat dalam hidup keberimanan dan dalam keteladanan hidup yang nyata. Kepada Timotius dia berkata; “Tetapi engkau telah mengikuti ajaranku,  cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaranku, kasihku dan ketekunanku” (2 Tim 3:10). Demikian seharusnya panggilan kehidupan kita dalam melayani. Kiranya Tuhan menolong dan memberkati kita dalam melayani Tuhan di tiap sudut kehidupan yang Tuhan percayakan. Amin

BERUSAHALAH, JANGAN MENYERAH

  Berusahalah, Jangan Menyerah Salah satu tanda kehidupan adalah adanya usaha dan perjuangan. Sebatang pohon yang hidup maka akarnya akan te...