The bondage of the will adalah satu pemikiran Martin Luther dalam menanggapi pemikiran Erasmus
yang mendukung kemampuan moral alami manusia untuk mematuhi Injil. Erasmus
berpandangan bahwa semua perintah Tuhan untuk taat membuktikan bahwa manusia
memiliki “kehendak bebas” untuk melakukannya. Luther dengan pandai dan ironis
mengungkapkan mengapa kehendak bebas adalah doktrin yang tidak benar dan tidak
alkitabiah, yang ada akhirnya meremehkan Injil itu sendiri. Pemikiran Luther
menghujam langsung pada inti permasalahan : Apakah keselamatan hanya oleh
anugerah, atau berumber dari gabungan antara alam dengan sedikit percikan kasih
karunia? Isu ini bukan saja ada di era reformasi, tetapi masih saja relevan
untuk dibahas, dipikirkan dan disampaikan di era sekarang. Mengingat pandangan
tentang kehendak bebas masih saja menjadi kontribusi orang Kristen di jaman
ini. Dan masih banyak orang Kristen yang membawa asumsi alkitabiah yang
dijunjung oleh Erasmus, yang menyatakan bahwa setiap perintah dari Tuhan untuk
percaya atau mematuhi Injil menyiratkan kemampuan moral manusia untuk
melakukannya. Logika semacam ini adalah melompat keluar dari kebenaran Alkitab.
Apa yang dikatakan oleh Luther
kepada Erasmus, dalam menjawab pandangan tersebut. Luther berkata, “ketika anda
telah selesai dengan semua perintah dan nasihat anda…saya akan menulis Roma
3:20 di atas segalanya. “…oleh hukum Taurat orang mengenal dosa”. Dengan kata
lain perintah ini tercantum untuk menunjukkan apa yang tidak dapat manusia
lakukan dan ketidakmampuan manusia untuk melunasi hutang kepada Tuhan tidak
menghilangkan tanggung jawab manusia untuk melakukannya. Selanjutnya, hal ini
juga mengandung perintah Tuhan terhadap umat seeluruh dunia untuk bertobat dan
percaya pada Injil suatu tindakan yang mustahil jika dilakukan tanpa pekerjaan
supernatural dari Roh Kudus yang menyatukan manusia berdosa (orang percaya)
dengan Kristus. Sebab hanya anugerah dari Yesus Kristus melalui Roh Kudus yang
dapat memberi pencerahan terhadap Firman dengan sedemikian rupa, untuk
mencelikkan mata dan membukakan telinga sehingga dapat melihat keindahan dan
kesempurnaan Kristus serta karyaNya.
Manusia yang berdosa tidak akan
mampu melihat kesempurnaan Kristus dan dengan sendirinya tidak akan memiliki
kapasitas untuk mencintai hal yang spiritual, sehingga bergantung sepenuhnya
kepada Tuhan untuk menerjemahkan Firman dan membawa mereka dari kegelapan
kepada terang. Luther menyatakan bahwa manusia telah kehilangan kemerdekaannya
dan telah ditundukan dibawah dosa sehingga ia tidak bisa dengan sendirinya
mengejar kebaikan. Manusia berdosa pada dasarnya adalah selalu mengejar
kejahatan. Tercatat pula bahwa perintah Allah tidak diberikan secara
sembarangan tetapi dengan tujuan agar manusia yang buta dan sombong dapat menyadari
kegagalan dan ketidakmampuannya untuk melaksanakan perintah tersebut dan dengan
demikian menyadari keberdosaan mereka.
Luther menunjukkan kepada Erasmus
kegagalannya dalam menyadari bahwa “kehendak bebas” tidak dapat melakukan apa
pun tanpa adanya anugerah. Luther berkata bahwa merupakan kedaulatan
tersembunyi Allah dalam mengizinkan (menganugerahkan) sebagian manusia menerima
Firman, yaitu mereka yang dikasihi-Nya, dan sebagian orang “dibiarkan” dalam
kebinasaan karena keberdosaan mereka. Kristus berinkarnasi, menderita dan mati
di kayu salib untuk menyelamatkan kita yang berdosa walaupun banyak yang
menolak dan melawannya, sebagaimana tertulis dalam Yohanes 1:5 “Terang itu
bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan tidak menguasainya”. Tidak semua manusia
berdosa menerima pengorbanan Kristus (Yoh. 1:11 “Ia telah ada di dalam
dunia…tetapi dunia tidak mengenal-Nya”) dan ini merupakan bagian dari
kedaulatan Allah. Di sini Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa kemampuan
manusia untuk menerima anugerah bergantung pada anugerah dari Tuhan sendiri. Luther
menulis “biarkan semua yang meneriakkan “kehendak bebas” berjuang sekuat tenaga
mereka di dalam dunia, hal tersebut tidak pernah akan menghindarkan manusia
dari hati yang dikeraskan jika Tuhan tidak menganugerahkan Roh Kudus, apa pun
dari mendapatkan pengampunan jika ia bergantung pada dirinya sendiri.
Kemahakuasaan dan kemahatahuan Allah
dengan sendirinya telah meruntuhkan argumentasi “kehendak bebas”. Allah yang
begitu baik dan berbelaskasihan tidak mungkin meninggalkan manusia untuk
tenggelam dan berjuang sendiri dalam keberdosaannya, seakan-akan ia menikmati
penderitaan manusia ciptaanNya. Sungguh suatu kekejian untuk berpikir
sedemikian mengenai Allah. Allah sendiri menyatakan bahwa kedagingan manusia tidak
memampukan manusia untuk mengejar yang lain dari kehendak daging, maka
“kehendak bebas” hanya akan berakhir dengan dosa.
Apa yang bisa dilakukan oleh manusia
tanpa Roh Kudus? Sesuai dengan perkataan Kristus, “…sesungguhnya jika seseorang
tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat kerajaan Allah” (Yoh. 3:5).
Suatu penyimpangan yang sangat fatal untuk berpikir bahwa manusia bisa mencari
jalan tengah mereka sendiri dari kerajaan setan kepada kerajaan Allah, saat
Allah sendiri menyatakan bahwa manusia dalam kedagingannya tidak akan mampu
dengan kemampuannya sendiri datang kepada Allah. Semua ayat dalam Alkitab yang
menyatakan bantuan adalah ayat-ayat yang menentang konsep “kehendak bebas” yang
tidak terhitung banyaknya. Karena dibutuhkan anugerah, dan bantuan yang
diperoleh dari anugerah tersebut, karena “kehendak bebas” tidak dapat melakukan
apa pun.