Tunduk
kepada wewenang, menjalankan apa yang diperintahkan, mematuhi apa yang
dituntut, atau menjauhkan diri dari apa yang dilarang oleh Allah itu adalah
suatu gambaran atau sikap taat. Dalam Alkitab, gagasan tentang ketaatan
dinyatakan dengan kata syama, yang pada
dasarnya berarti ”mendengar atau mendengarkan”. Sedangkan dalam Septuaginta atau dalam
Perjanjian Baru, kata yang dipakai untuk menyatakan gagasan tentang ketaatan
hypakouo yang secara harfiah berarti ”mendengar di bawah”, yaitu mendengar
dengan sikap tunduk atau melayani (Kis 12:13). Istilah lain yang mengandung
makna ketaatan adalah peiʹtho, yang
artinya membujuk, menaruh kepercayaan, percaya, dan mengindahkan.
Terkadang syama, sekadar berarti mendengar,
menjadi sadar akan sesuatu melalui indra pendengaran (Kej. 3:10). Namun,
apabila kata-kata yang diucapkan menyatakan kehendak, hasrat, instruksi, atau
perintah, makna istilah Ibrani itu adalah mengindahkan atau menaati orang yang
sedang berbicara. Adam ”mendengarkan” perkataan istrinya, yaitu mengabulkan
keinginan istrinya agar Adam juga ikut memakan buah yang terlarang. Yusuf
menolak ’mendengarkan’ desakan istri Potifar (Kej. 39:10). Raja Saul takut
kepada rakyatnya ”sehingga menaati (mendengarkan) perkataan mereka”, dengan
demikian melangkahi perintah Allah (1 Sam. 15:24).
Istilah
Ibrani yang sama digunakan sehubungan dengan Allah sewaktu Ia mendengar atau
mendengarkan manusia. Misalnya, ketika Allah memberi tahu Abraham bahwa sehubungan
dengan Ismael, Aku telah mendengarmu… (Kej.
17:20). Atau dibagian lain, Allah mendengar atau menanggapi permohonan
orang-orang pada masa kesukaran atau penderitaan, mengabulkan permohonan mereka
jika Ia menganggapnya bahwa hal tersebut dimaksudkan untuk memperlihatkan belas
kasihan-Nya (Kel. 3:7-9). Hal ini tentu tidak sedang menyatakan bahwa Allah
taat atau tunduk kepada manusia, melainkan untuk menyatakan akan kasih dan
pemeliharaan-Nya kepada manusia. Allah peduli kepada manusia.
Ketika
Alkitab menggunakan kata taat atau ketaatan, maka hal tersebut diperuntukan
bagi manusia. Manusia harus taat kepada Allah. Ketaatan
kepada Allah sangat penting untuk Kehidupan. sebaliknya ketidaktaatan manusia
kepada Allah adalah awal dari kebinasaan bagi manusia (Kej. 3). Apa yang
dituntut oleh Allah dari kehidupan manusia, yaitu ketaatan kepada Dia yang
adalah Pencipta dan Pemelihara kehidupan (Mzm. 95:6-8).
Ketaatan kepada
Allah tidak dapat digantikan oleh apa pun, misalnya, dengan mempersembahkan korban
kepada Allah sebagai bentuk untuk mengganti hidup taat dalam mendengarkan
firman Allah dan melakukan kehendak-Nya. Seperti yang dikatakan Samuel kepada
Raja Saul, dalam 1 Samuel 15:22, ”Apakah Tuhan senang akan persembahan bakaran
dan korban sama seperti akan menaati perkataan-Nya? Sungguh, Lihat! Menaati
yang dinyatakan dengan sikap mendengar lebih baik daripada korban,
memperhatikan lebih baik daripada lemak domba jantan”.
Ketaatan
dalam mendengarkan suara Allah dan melakukan kehendak-Nya adalah hal yang
pertama dan utama. Ketaatan kepada Allah membawa seseorang untuk memiliki
kerinduan mendengar akan kebenaran firman Allah dan mendorong dia untuk
melakukan seluruh kehendak Allah dalam totalitas hidupnya. Karena itu mempersembahkan
korban kepada Allah seharusnya menjadi buah ketaatan yang ada dalam diri orang
percaya.
Ketaatan
kepada Allah menunjukan akan standar nilai hidup yang tinggi dihadapan Allah.
Betapa Yesus Kristus, Tuhan yang telah mengambil rupa menjadi manusia telah
menunjukan dan memberikan teladan kepada orang percaya. Hiduplah dalam ketaatan
kepada dan lakukanlan apa yang menjadi kehendak-Nya, niscaya, Ia akan
memelihara hidupmu. Amin