Dalam sosiologi agama maka hampir
semua orang beragama mengakui bahwa ia adalah orang beriman atau memiliki iman.
Ini tentu sesuatu yang sangat menarik, karena secara umum iman selalu dipandang
sebagai sesuatu yang dikaitkan dengan hidup keberagamaan. Misalnya, saya orang
beriman karena saya memiliki agama, saya orang beriman karena saya telah
melakukan berbagai aktivitas keagamaan saya. Saya orang beriman karena saya
memiliki pola doa yang teratur dalam tiap hari. Saya orang beriman karena saya
telah melakukan banyak mujizat. Saya orang beriman karena saya sudah
memberitakan ajaran agama saya kepada orang lain. Tentu saja baik, ketika
seseorang telah melakukan aktivitas-aktivitas keagamaan, memiliki pola doa dan
melakukanya dengan komitmen pribadinya, melakukan mujizat, dan menjadi
pemberita ajaran (Injil). Tetapi akankah itu adalah pertanda bahwa seseorang
sudah memiliki iman yang sejati. Eh, nanti dulu!
Di dalam perjumpaanNya dengan
orang-orang yang menyebut diri beragama, yang direpresentasikan pada para imam
dan ahli taurat, Yesus sangat mengecam mereka dan menyebut bahwa mereka bukanlah
orang beriman. Padahal mereka sudah melakukan aktivitas keagamaan. Yesus
menyebut, mereka bukan orang yang diselamatkan (Mat. 23:13). Kepada orang yang
melakukan berbagai mujizat dan memberitakan Injil palsu dengan berbagai
motivasi buat diri mereka, Yesus pun mengecam, bahwa mereka ditolak oleh surga
(Mat. 7:21-23). Sesungguhnya seseorang yang memiliki iman yang sejati, pasti
akan dikenal dan diterima oleh surga. Karena iman bersumber dari Pemilik surga.
Sebagai warga kerajaan surga yang diberi mandate tinggal dalam kesementaraan di
dunia, maka sudah seharunya orang beriman menunjukan kualitas kehidupan
keberimanannya di mana Tuhan hadirkan.
Sebaliknya dalam tatanan hidup
keberagamaan manusia pun dengan sangat mudah mengatakan bahwa seseorang tidak
memiliki iman. Misalnya ketika, seseorang mendoakan orang yang sakit dan tak
kunjung sembuh bahkan meninggal, maka dengan mudahnya si-pendoa berkata bahwa
yang di doakan itu tidak punya iman. Atau ketika seseorang melihat orang yang
miskin, dan dengan mudah orang lain berkata bahwa dia tidak memiliki iman,
karena kalau dia beriman pasti dia diberkati dan kaya, punyai ini dan itu.
Secara natur alami, umumnya semua manusia ingin sehat terus-menerus, ingin
hidup dalam berkecukupan dan bahkan berkelimpahan dalam materi. Tetapi, lagi,
akan kah itu adalah pertanda bahwa seseorang yang mengalami hal tersebut
dimaksud adalah orang yang tidak memiliki iman yang sejati. Eh, nanti dulu!
Betapa Alkitab memberi kesaksian
kepada kita, Tuhan memperhatikan, memelihara kehidupan janda miskin dan memuji
iman mereka (1 Raj. 17; Luk. 21:1-4). Injil Yohanes menyajikan di mana Allah
ingin menyatakan pekerjaanNya melalui seorang yang buta sejak lahir (Yoh. 9:3).
Para nabi, para rasul dan orang-orang yang mendapat kasih karunia Allah, mereka
yang dipilih oleh Allah secara khusus untuk menjadi alat di dalam tangannya,
betapa di dalam hidupnya, mereka mengalami berbagai macam pergumulan dan
kesulitan hidup. Namun mereka memperlihatkan betapa mereka gigih berjuang,
hidup dalam kebenaran dan melakukan apa yang menjadi kehendak Allah. Itulah
hidup orang beriman. Hidup yang tidak cengeng dalam menghadapi berbagai
pergumulan hidup. Hidup yang memuliakan Tuhan dalam berbagai kondisi yang
diperkenan Tuhan.
Ayo mawas diri dalam hidup
keberimanan. Bicara tentang iman adalah bicara tentang anugerah Allah kepada
orang yang Dia perkenan. Iman adalah pemberian Allah kepada orang pilihan-Nya
untuk hidup percaya kepada Yesus Kristus, Tuhan dan melakukan kehendak Allah.
Iman yang sejati adalah diperuntukan Allah bagi orang yang mendapat anugerah
keselamatan yang telah dikerjakan oleh Yesus Kristus Tuhan (Ef. 2:8). Dan
sebagai orang yang telah diberi iman oleh Allah, maka sudah seharusnya kita
melakukan kehendak Allah. Karena untuk itulah Allah memanggil kita. (Ef. 2:10).
Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar