Mendekati
kebaikan dan menjauhi penderitaan, barangkali itu yang ada dalam pemikiran dan
keinginan manusia. Mengapa? Karena penderita identik dengan ketidaknyamanan, kesatikan,
ketidakberdayaan, kemiskinan dan lain-lain. Menderita sesuatu yang tidak
menyenangkan. Bagi manusia tidak ada sukacita ketika hidup mengalami
penderitaan. Tetapi Alkitab memberikan pemikiran yang berberbeda dari apa yang
manusia umumnya pikirkan. Bagi kehidupan orang percaya, bersukacita bukan hanya
ketika hidup tidak mengalami penderitaan. Bersukacita dapat dirasakan ketika
hidup sedang mengalami suatu penderitaan. Penderitaan tidak bisa dihindari oleh
manusia. Bahkan setiap manusia memilki bagian penmderitaannya masing-masing,
termasuk bagi orang percaya. Apa yang dikatakan oleh rasul Petrus; “Sebaliknya,
bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus,
supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan
kemuliaan-Nya.”1 Petrus 4:13
Bagaimana penderitaan
bagi kehidupan orang percaya? Bagaimana orang percaya ketika mereka menderita? Mengapa
orang percaya menderita? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu sering muncul dalam
pikiran sebagian orang Kristen. Seorang Puritan,
Thomas Case, menuliskan berikut ini. Penderitaan kita sendiri memberikan
sebagian pencerahan tentang penderitaan Yesus Kristus. Di masa kemakmuran, kita
mengabaikan salib. Cerita tentang kesengsaraan Kristus membawa hati kita
kepada-Nya, tetapi rasa haru dan kesedihan cepat berlalu. Tetapi jika Allah
menimpakan penyakit pada tubuh kita, membuat nyeri tulang-tulang kita, dan
demam membakar kita, kaki lecet-lecet di balik kasut, dan jiwa kita tertikam
pisau, maka kita akan memandang Dia yang mereka tikam dan mengatakan: “Jika
serpihan salib yang saya rasakan sedemikian berat, betapakah berat salib
(Kristus) yang sesungguhnya? Jika rasa sakit tubuhku demikian pahit, alangkah
menyesakkannya penderitaan yang dipikul Tuhan Yesus di dalam jiwa-Nya?
Jika
kemarahan manusia begitu menusuk hati, bagaimanakah jadinya murka Allah?
Bukankah begitu pedih hati kita tatkala ditinggalkan para sahabat? Lalu seperti
apakah rasanya bagi Anak Allah yang dikasihi, ditinggalkan oleh Bapa-Nya?
Apakah belenggu begitu berat, penjara begitu menjijikkan, dan hukuman mati demikian
mengerikan? Aduh, bagaimana rasanya bagi Dia, Pencipta langit dan bumi,
dibelenggu, diejek, ditindas, diludahi, dipukul, dicerca, dilempar ke penjara,
didakwa, dihukum, dan dihukum mati dengan cara yang paling memalukan dan
terkutuk! Oh, untuk apa Dia menanggung semua perlawanan manusia berdosa,
kegusaran setan, dan murka Allah, sambil berteriak keras: “Allah-Ku, Allah-Ku,
mengapa Engkau meninggalkan Aku?” la tidak melakukan satu pun kejahatan, tipu
tidak pernah keluar dari mulut-Nya.
Terpujilah Allah,
penjaraku bukanlah neraka, kebakaranku bukanlah oleh api tak terpadamkan, cawan
minumanku tidak diisi oleh murka (Allah), dan aku dilepaskan dari murka yang
akan datang! Dengan keikutsertaan kita menanggung sisa-sisa serpihan salib,
yang diwariskan kepada kita sebagai pusaka, kita dapat sedikit memahami
penderitaan Kristus, atau setidaknya melalui penderitaan kita yang sangat tidak
sebanding dengan penderitaan-Nya, kita mampu menduga-duga penderitaan-Nya yang
tidak mampu kita pahami sepenuhnya. Tuhan menolong, memimpin dan menguatkan ketika kita sedang mengalami penderitaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar