Pengakuan iman
rasuli merupakan kredo resmi. Kredo tersebut dikenal juga sebagai pengakuan
iman gereja Kristen yang paling awal, yang di dalamnya terdapat kalimat-kalimat
crusial yang mengandung makna yang memberi kehidupan. Pada bagian tengah dalam
pengakuan iman rasuli menegaskan tentang siapa Yesus. Di dalam bagian tersebut
dikatakan tentang Dia: “Menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan,
mati dan dikuburkan.” Bagian ini merangkum pernyataan-pernyataan tentang
bagaimana kredo orang percaya mula-mula. Kredo ini tercatat dalam Alkitab,
secara khusus PB. Kredo ini berlandas pada Kitab Suci. Rasul Paulus, ketika dia
berbicara tentang Injil, menegaskan, “Sebab yang sangat penting telah
kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa
Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia
telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan pada hari yang ketiga, sesuai
dengan Kitab Suci; bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian
kepada kedua belas murid-Nya” (1 Kor. 15:3-5).
Yesus Kristus yang
menderita, disalibkan, mati, dikuburkan, bangkit dan naik ke surga merupakan
pusat iman Kristen. Apa yang telah ditimpakan kepada-Nya telah ditanggung-Nya.
Dan itu semua adalah realita dan fakta yang tak terbantahkan. Walau banyak
orang yang menyangkal, tak percaya dan tak terikat iman kepada-Nya. Craig A.
Evans dan N.T. Wright, dalam sebuah buku yang berjudul Hari-hari terakhir Yesus, mengatakan bahwa, semua sejarawan tulen,
religius atau tidak, percaya Yesus dari Nazaret sungguh hidup di abad pertama
dan dihukum mati di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, gubernur Yudea dan
Samaria. Dikatakan lebih lanjut, meskipun hal ini umum diketahui di antara para
ilmuwan, masyarakat belum tentu menyadarinya. Dan keberatan tetap ada dan tetap
berlangsung.
Mungkin tidak sedikit
orang yang menolak realitas yang dialami oleh Yesus, karena dalih hal tersebut ditegaskan
oleh Kitab Suci (Alkitab) dan Kekristenan mula-mula. Tetapi harus diingat,
bahwa fakta kematian Yesus juga diterima oleh para penulis Yahudi dan Romawi. Yosefus,
seorang sejarawan dan apologet Yahudi abad pertama yang berhasil luput dari
pemberontakan melawan Roma yang mengakibatkan
bencana besar, menyatakan bahwa Yesus telah dituduh oleh para pemimpin
Yahudi, dan dihukum untuk disalibkan oleh Pilatus. Selain Yosefus, seorang
sejarawan Roma bernama Tacitus, mengatakan;
“Kristus…menderita hukuman mati sewaktu pemerintahan Tiberius dengan keputusan
procurator Pontius Pilatus.” Seorang lain, bernama Lucian dari Samosata,
dalam rujukan yang menyindir Peregrinus dan orang Kristen yang sesaat
dijadikannya teman, merujuk kepada Yesus sebagai “orang yang disalibkan di
Palestina” “orang pandai yang disalibkan itu.” Dan seorang terakhir yang
merujuk pada kematian Yesus, “orang bijak” orang yahudi, itu yang disebutkan
oleh Mar
bar Serapion, seorang Syria, dalam sebuah surat yang ditulis kepada
putranya seekitar akhir abad pertama.
Realitas kematian
Yesus juga mendapat peneguhan dalam fakta sederhana bahwa peristiwa tersebut
tidak diantisipasi oleh para pengikut-Nya. Ketika Yesus berbicara tentang
penderitaan dan kematian-Nya yang sudah dekat, Petrus juru bicara para murid
menarik gurunya kesisi lalu menegur-Nya (Mrk. 8:31-38), suatu tanda jelas
tentang ketidaksiapan Petrus menerima hal tersebut. Apa yang mereka harapkan?
Mereka berharap duduk di sebelah kiri dan kanan Yesus, untuk membentuk pemerintahan
baru bagi Israel (Mat. 19:28; Mrk. 10:35-40; Luk. 22:28-30). Namun apa yang
terjadi, Kerajaan (pemerintahan) Allah telah menyingsing dan pemerintahan iblis
segera akan berakhir (Mrk. 1:15;3:11,22-27; Luk. 10;17-19;11:20).
Mulanya kematian
Yesus bagi para pengikut-Nya adalah sumber aib dan memalukan. Dan kepada aib
itulah Paulus merujuk ketika ia menyatakan bahwa ia “tidak malu akan Injil”
(Rm. 1:16). Dalam pemikiran dunia Romawi, anak-anak Allah, pahlawan,
juruselamat tidak mati disalib. Pada waktu itu tidak ada sentimentalitas
terkait kematian Yesus dan pasti tidak juga pada salib, suatu symbol yang
mengerikan dalam dunia Romawi kuno. Melalui kematian Yesus yang disalib maka
membuat salib disebut sebagai kabar baik. Jika Yesus tidak disalib, maka orang Yahudi
dan non Yahudi tidak akan pernah mengerti Injil/kabar baik yang menyelamatkan,
Injil yang memberi kehidupan.
Sungguh, kematian
Yesus bukan fiksi. Kematian Yesus adalah realitas sejarah yang suram. Sejarah
yang gelap. Hal itu justrus dikemukakan oleh orang yang bukan Kristen, dan
merupakan suatu peristiwa yang meruntuhkan semangat para pengikut-Nya.
Khususnya pada peristiwa penyaliban, para murid lari tercerai berai
meninggalkan-Nya, Petrus menyangkal-Nya. Tetapi ingat, disalib yang dipandang
aib, disalib yang dipandang memalukan, di salib yang dipandang hina, disitulah
dosa diselesaikan, di situlah maut dikalahkan, disitulah kemenangan yang sejati,
disitulah terdapat pengharapan dan kehidupan yang kekal. Ketika seorang
penyamun yang sedang tersalib berkata: "Yesus, ingatlah akan aku, apabila
Engkau datang sebagai Raja." Yesus, Sang Juruselamat yang sedang tersalib menjawab, Dia berkata:
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada
bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus."(Luk. 23:42-43). Di salib, di
bawah Yesus yang sedang tersalib, seorang kepala pasukan yang sebelumnya dengan
teriakan lantang, muka garang dan aksi beringas menyalibkan-Nya, ia bertekut
lutut, melihat apa yang terjadi, ia memuliakan Allah, katanya: "Sungguh, orang
ini adalah orang benar!" (Luk. 23:47)
Itulah fakta Salib
Kristus, kebenaran dan kekuatan Salib. Jangan keraskan hati mu, datanglah
pada-Nya, pada salib Kristus, di sana, pada-Nya kita mendapatkan kehidupan yang
sejati. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar